Praktek Inkusi Dan Harapan Apresiasi Nasional
SUARA MATAHARI-Orang
Tua Murid itu begitu marah ketika anaknya dinyatakan melanggar tatatertib
sekolah. Mengapa..? Karena anaknya mengenakan jilbab dan rok panjang sampai ke
mata kaki layaknya busana muslim. Sementara tatatertib sekolah yang telah
berlaku sekian lama itu hanya mengatur penggunaan Rok 5 Cm di bawah lutut
bardasarkan Permendikbud Nomor 45 tahun 2014 tentang Pakian Seragam Sekolah.
Jhon Bala |
Heboh
terjadi pada akhir Agustus 2017. Orang tua murid itu mendatangi sekolah SMA
Negeri I Maumere dan melakukan keberatan atas peristiwa/perlakuan terhadap
anaknya tersebut. Bahkan peristiwa ini sempat diliput wartawan dan diberitakan
di Metro TV. Orang tua itu, sukses melakukan advokasi, membangun opini public
dan menggundang perhatian banyak pihak.
Namun
demikian hal menarik yang perlu diapresiasi dari peristiwa ini, manurut saya,
bukanlah pada temuan adanya dugaan praktek diskriminasi atau tehnis advokasi
yang baik oleh orang tua dan media, tapi pada respon cepat yang dilakukan pihak
sekolah untuk menyelesaikannya. Mengapa..? karena peristiwa semacam ini massif
terjadi di mana-mana tapi kita memiliki sedikit sekali pengalaman positif dalam
penyelesaiannya.
Praktek
Musyawara para/multi pihak yang menghasilkan kesepakatan baru yang akomodatif
bagi semua golongan dan agama adalah catatan emas bagi SMA Negeri I Maumere
dalam sejarah penyelesaian konflik yang bernuansa sara dan intoleransi.
Hanya
orang kuat, berjiwa besar, beragama, beradap dan berbudaya luhur saja yang
mampu menempatkan cinta dan damai sebagai syarat harmonisasi dan keseimbangan
sosial dalam mengatasi masalah. Di sini tidak tampak ego mayoritas suku dan
agama tertentu. Walaupun kita tahu masih banyak saudara-saudara kita yang
diperlakukan tidak adil, mengalami diskriminasi dan intoleransi dari sesama
saudaranya yang berbeda dan mayoritas di tempat lain.
Inilah
praktek Inklusi Sosial yang sesungguhnya, Praktek demokrasi untuk semua dan
Pancasilais. Mayoritas tidak boleh memaksakan kehendaknya secara sepihak dalam
mengaplikasikan nilai-nilai universal tentang hak-hak asasi manusia. Demikian
halnya, yang minoritas mesti diberikan ruang aplikasi haknya secara sama.
Demikian,
Kita berharap pengalaman SMA Negeri I Maumere ini menjadi cerminan cinta dan
damai yang bisa diapresiasi secara Nasional. Sehingga praktek-praktek
diskriminasi dan intoleransi yang masih terus terjadi diberbagai daerah itu-pun
mendapatkan referensi positif dalam mengatasinya. (Sumber: Akun Fb John Bala).