SUARA MATAHARI-Kemenangan dan kekalahan dalam pertarungan politik merupakan hal wajar. Jika kekalahan belum diterima secara akal sehat, maka aksi protes diluncurkan. Stres, depresi bahkan pada tingkatan gila menggeroti seseorang, ketika ruang demokrasi tak berpihak.
Kondisi ini harus dialami oleh sebagian
calon legislaltif yang gagal dalam merebut kursi legislatif di Bumi Nusa Bunga.
Sejumlah caleg yang mengklaim suaranya digelembungkan atau ditukar. Mereka
memvonis bahwa para saksi pleno tidak berpihak pada regulasi. Suara para caleg “ini
itu” hilang, entah siapa mencurinya.
Kondisi ini membuat mereka puyeng.
Mereka mondar-mandir dan berteriak di ruang pleno. Walaupun tak diberi ruang,
para calon wakil rakyat ini nyaris
‘merampas’ posisi saksi-saksi pleno. Duh..malu ah. Tapi gimana? Mereka
mengklaim, suara yang hilang tersebut merupakan suara kemenangan.
Kondisi rill ini terjadi pada 20-22
April 2014, di aula tana nyiur melambai. Para caleg dari beberapa partai
politik datang dan ‘merampas’ posisi para saksi. Walau tak diberi kesempatan,
caleg-caleg ini bersikeras untuk berbicara. Kareng tak ada mandat untuk jadi
saksi, upaya ini ditolak para komisioner/penyelenggara pemilu.
Para caleg gagal pun melaporkan fakta
ini kepada Panitia Pengawas Pemilu. Peluang demonstrasi terjadi di sana. Mereka
mengungkap kecurigaan atau dugaan. ‘Ketidakbenaran’ diadili melalui proses
hukum demi terungkapnya kebenaran politik.
Sebut saja dialami salah satu anggota
DPRD (Incumbent). Ia harus merebahkan
semangat politiknya atas pil pahit yang diperoleh. Dia kalah atas teman dekat,
se-dapil. Fakta itu terungkap di kampung
halamannya sendiri.
Nasib yang sama pula juga dialami peserta
di dapil 1. Anggota fraksi “A” (PAW,red) ini kalah atas mantan ketua PAC partai
“I” wilayah Kecamatan “K” dengan selisih tipis. TA, mengalami kekalahan atas
rekannya, FK, dengan selisih 58 suara. Fakta pahit yang berbeda, dialami oleh caleg
parta “N” dapil 1. Suaranya membludak tapi tidak berhasil menduduki kursi
legislatif.
Muncul pertanyaan, apakah fakta ini
merupakan kelemahan regulasi demokrasi politik? Regulasi demokrasi politik tak
boleh ‘disalahkan’. Karena demokrasi telah membuka ruang politik bagi semua
orang untuk berperan dalam menentukan sikap politik.
Lalu, apa arti demokrasi jika kondisi
politik menjadi ‘babak belur’ ketika sportifitas ‘belum’ dimiliki para caleg. Ketegasan
regulasi pemilu dinanti pada pemilu legislative yang akan datang.
Disarankan agar caleg yang bertarung
mesti siap secara mental dan spiritual untuk menghadapi hasil dari pesta
demokrasi. Kalah dan menang adalah sebuah keharusan dan wajar untuk diterima
secara akal sehat. Jika tidak, maka stres, depresi bahkan gila pun akan
diperoleh secara cuma-cuma.
Kemenangan dalam politik adalah
strategi. Kalah strategi, anda tak meraih kursi. Akan tetapi penting kejujuran
demi penegakan kebenaran dalam berdemokrasi. (Admin).
Refleksi Pileg 2019
No comments:
Post a Comment