1 Meninggal, 1 Patah Tulang
Di kampungku, ada seorang ibu, petani kebun meninggal dunia.
Sedangkan seorang lainnya mengalami patah tulang. Saat gempa ibu petani
ini sedang berada di kebun. Dia sedang membersihkan rumput di kebun padi yang
berada di kemiringan tanah. Kejadian itu menimpanya ketika dia baru saja pulang
maka siang di rumah. Ketika tiba di kebun, baru saja memasuki kebun, guncangan
gempa datang. Batu-batu besar meluncur dari atas bukit dan menghantam kepala
ibu. Terguling ke dekat jalan, tepat di dekat pohon kakao, di samping pohon
salak.
Dia ditemui tak bernyawa dengan kepala bocor. Ibu yang biasa
dipanggil Du’a ini langsung dimakamkan tak menunggu lama sebagaimana proses
pemakaman jenasa lainnya.
Guncangan Gempa itu terhenti. Malam pun datang. Semua keluarga termasuk tetangga sekitar berkumpul di tempat kami, selain di pemukiman warga tadinya. Sekilo pun tak ada beras untuk menanak nasi. Keluargaku waktu itu kemudian merebus pisang. Di kampungku menyebut “Mu’u Ma”.
Hari pertama dan ke-2 kami belum dapat bantuan. Bantuan datang
beberapa hari kemudian. Ada mie dan makanan jenis lain yang tak lagi saya
ingat. Dalam kondisi gelap dan diterangi pelita dan dibantu terpal sebagai atap
kami berlindung.
Mengingat 92, saya teringat sekolahku, teringat bola dan ruang
kelasku. Terigat permainan kemiri, teringat Roly, Nodus dan Paseli, temanku.
Teringat saudariku, orang tuaku, keluargaku dan rumahku. Teringat kematian Mama
Du’a yang meninggal dunia dihantam batu.
Bencana mengingatkan kita pada sejarah kehidupan bahwa
sesungguhnya hidup itu keras. Sesungguhnya alam itu keras dan hebat.
Sesungguhnya kehidupan itu misteri YMK. Karenanya berhati-hatilah dan
berjaga-jagalah dan selalu setia pada pemberi kehidupan. (Editing Admin).
No comments:
Post a Comment