Oleh: Aloysius Yanlali
Pentas
demokrasi politik melalui pemilihan umum legislatif, 09 April 2014, telah
usai. Ribuan rakyat Kabupaten Sikka telah memberikan hak politik kepada figur
andalan. Berkualitas atau tidak, figur yang terpilih, KPUD Sikka tetap
menetapkan 35 kursi legislatif dari 386 calon legislatif.
Ke-35
kursi perwakilan merupakan amanat regulasi sesuai jumlah 199.065 daftar pemilih
tetap di Kabupaten Sikka. Jumlah ini meningkat dari 5 tahun sebelumnya yaitu 30
kursi. Semoga penambahan 5 kursi ini mampu
mendongkrak pembangunan kesejahteraaan di Sikka. Namun, tak ada yang bisa menggugatnya, bila kemudian kembali ditemukan ‘boneka-boneka hias’ di ruang sidang. Bergerak tapi tak bersuara. Maka, hanya cemoohan, ‘caci maki’, cibiran datang melalui gerakan-gerakan masa rakyat.
mendongkrak pembangunan kesejahteraaan di Sikka. Namun, tak ada yang bisa menggugatnya, bila kemudian kembali ditemukan ‘boneka-boneka hias’ di ruang sidang. Bergerak tapi tak bersuara. Maka, hanya cemoohan, ‘caci maki’, cibiran datang melalui gerakan-gerakan masa rakyat.
Ketika
duduk di kursi parlemen, mereka tentu telah disuguhkan sejumlah persoalan di
147 desa dan 13 kelurahan di 21 Kecamatan. Ke-35 wakil rakyat dituntut berani
memperjuangkan hak-hak kaum kecil. Keberanian dan konsistensi akan mengungkap
kualitas, mengantar mereka, torehkan sejarah baru. Syukur, jika bukan hanya boneka
hias atau boneka tidur menghangatkan raga dikala kedinginan. Dan, juga tidak
hanya tunduk utak-atik handpone, tetapi melebarkan jidat dan mata untuk membela
rakyat.
Kepemilikan
kualitas menjadi ‘senjata’ untuk ‘berperang’ memperebutkan kebijakan pro ‘konstituen’.
Dari raskin, transportasi, kesehatan, pendidikan hingga kebutuhan konstituen
atas janji-janji masa kampanye. Untuk itu, mereka harus memahami politik
anggaran. Paling tidak memahami 3 fungsi legislatif, sehingga tidak mudah
‘digiring’ oleh eksekutif.
Apakah
kapabilitas sebagai modal telah dimiliki dalam memperjuangkan anggaran pro
rakyat? Jawabanya masih misteri. Namun, partai politik telah memberikan
kepercayaan pada kadernya untuk bertarung, berkesempatan menang dan duduk
wakili rakyat. Artinya, rekomendasi partai kepada wakil terpilih, telah
dibekali kecakapan berpolitik atau kemampuan bersuara, berargumentasi, dan
berpihak pada kaum terpinggir. Karena rakyat melalui eksekutor telah
mengalokasikan sebagian APBD untuk pembinaan dan pendidikan politik para kader.
DPRD Sikka dihuni wajah baru
Dari
data hasil pleno PPK di 21 Kecamatan, telah mengisyaratkan bahwa 90 % wakil
rakyat periode 2014-2019 adalah wajah baru. Didalamnya, terdapat kurang lebih
10 orang wajah lama mempertahankan jabatan politik tersebut. Di sana, mereka
akan ‘mempersoalkan’ kebijakan tidak pro rakyat melalui pikiran otak-otak baru.
Ada benarnya, karena mereka telah ‘disuguhkan’ ribuan persoalan rakyat yang
masih dipersoalan untuk tidak menjadi soal.
Dengan
demikian, orang baru dan muda, mesti lebih ‘hebat’, jika memahami kedudukan di
depan eksekutif. Bukan untuk membandingkan, tapi untuk menghadapi otak
eksekutif dalam kepemimpinan 5 tahun.
Wakil rakyat atau parpol
Selain
‘diselimut’ persoalan rakyat, para wakil rakyat pun dibebankan dengan kebijakan
partai politik. Tanggungjawab politik menjadi berat, ketika diwajibkan membagi
sepersen gaji kepada partai pengusung. Kondisi lain, mereka dihadapkan dengan
permintaan para tim sukses atau kontraktor yang telah memenangkannya.
Beban
akan menjadi lebih berat, apabila ‘bercita-cita’ jadi orang kaya. Artinya,
kosentrasi kantong tebal ‘digoyang’ oleh berbagai kepentingan. Jika ya, maka
peluang menjadi calo proyek terbuka lebar, dan lahirlah proyek tak bermutu di
penjuru Sikka. Disini, kepribadian wakil rakyat diuji karena pintu politik
untuk berkuasa terbuka luas. Dan, potensi menjadi koruptor baru pun menanti.
Kondisi
ini mengundang aksi protes rakyat pemanfaat proyek dan program. Fungsi kontrol
‘digugat’ dengan alasan proyek dan program tak bermutu. Dimanakah wakil rakyat?
Demonstrasi datang mewarnai politik anggaran legislatif dan eksekutif di Kantor
DPRD. Demonstrasi merupakan langkah demokrasi, namun bukan solusi alternatif.
Karena 35 wakil rakyat adalah orang hebat yang dipercaya partai dan rakyat.
Semoga
saja mereka benar-benar hebat supaya para tim sukses dan pendukung tak menyesal
muda. Untuk itu, pengerjaan proyek serta program harus menunjukan kualitas
hebat pula. Kita diharap sabar menanti!
Jabatan
wakil rakyat sungguh luas, terhormat dalam mengemban tugas mulia sebagai
penyalur aspirasi. Jabatan terhormat itu harus diwarnai mulut-mulut berbusa,
tapi tidak berkoar-koar. Mereka memiliki ‘taring’ politik, tidak takut atau pun
kaku. Kita berharap, mereka adalah wakil rakyat Sikka. Walau pun harus
mengutamakan daerah pemilihannya atau pun cukup orang-orang dekat yang
menguntungkan.
Mengutip
sebuah pepatah kuno ‘seumpamah kacang’, legislator tidak lupa asalnya. Ada
kecemasan agar mereka tak mengindahkan pepatah tua ini. Karena dihantui
penyakit lupa kepada pemberi suara tak bersuara yang mengantarnya menguasai
parlemen.
Semoga, bukan karena Rp.
25.000 dan benang yang telah mencuri hati pemilih, tetapi karena kepercayaan
rakyat akan kualitas mereka. Mari, kita nantikan suara dari kertas yang
menyuarakan kemenangan untuk bersuara di ruang sidang DPRD Sikka. Semoga lebih
baik dari yang baik pada 5 tahun kemarin. Wassalam!
No comments:
Post a Comment