"Mengejar Iman" Di Kapela Reyot St Rafael



Disaat berusia ± 28 tahun, Kapela St. Rafael terlihat reyot, lapuk nyaris roboh. Umat pelindung St. Rafael di Dusun Pedan Poar tetap berdoa di sana walau jarang dikunjungi rohaniwan untuk kebaktian rohani. Mereka menanti kepedulian semua orang untuk pembangunan rumah ibadah tersebut.

Kapela St. Rafael berdiri tahun 1987. Lahir dari buah kepedulian seorang rohaniwan yang disambut positif umat melalui swadaya. Kala itu, Pater Viseer,
SVD
, rohaniwan asal Belanda berkeinginan membangun beberapa kapela di Paroki Sta. Elisabeth Lela. Kapela St. Rafael pun dibangun di sebuah daerah terisolir, jauh dari jalan raya dan jaringan listrik. Tepatnya di Kampung Hale Dusun Pedan Poar Desa Kolidetung yang dihuni kurang lebih 200 kepala keluarga.

Kapela yang telah reot nyaris roboh ini dibangun dengan ukuran 8x16 meter persegi di atas tanah hiba milik warga. Selain dilengkapi sakristi 3x5 meter, candi 2x3 meter, Kapela Rafael pun memiliki perlengkapan rohani. Pengerjaan Kapela dikoordinir seorang tukang bernama Moat Baba, warga Pedan Poar.

Setelah dibangun, kaum rohaniwan Paroki Lela hadir dalam misa perdana yang dipimpin oleh Pater Vieser, SVD. Pater Deswar SVD asal Belanda, Pater Bolser SVD dan beberapa rohaniwan kemudian memberi pelayanan iman ketika bertugas di Paroki Lela. Walau harus menghitung langkah melalui pantai, memanjat tebing karang di bibir pantai selatan, mendaki bukit dan menuruni lemba, mereka menaruh kepedulian untuk melayani umat St. Rafael.

Bukan tak pernah datang tapi nyaris tak ada kunjungan lagi pasca Pater Viseer SVD pindah tugas. Tak heran lagi umat setempat jarang mendapat pelayanan iman dari para rohaniwan.

Menurut Ketua Lingkungan St. Rafael, Bernadus Baba Jati, bangunan beratap seng tersebut berangsur rusak kurang lebih tahun 1992. Atas perhatian pemerintah, atap kapela diganti dengan asbes yang kemudian berangsur rusak hingga saat ini.

Walau telah karat, bocor dan nyaris roboh pelayanan iman kembali dilakukan oleh seorang rohaniwan yang komunikatif dan bermasyarakat. Adalah pastor Paroki Lela Almarhum Romo Hilarius Keli, Pr. Dia hadir di tengah umat Pedan Poar melalui program pelayanan umat di semua kapela wilayah Paroki Lela.

Kepada Suara Flores umat berharap rohaniwan tetap memberi pelayanan walau fakta bangunan yang berangsur rusak “dimakan” usia. Menurut mereka, tak ada alasan untuk tidak melayani umat pada tempat ibadah yang nyaris roboh itu. Karena Tuhan selalu hadir dan “berkampanye” tentang iman, tak mengenal kondisi dan situasi.

Seiring menanti kehadiran para rohaniwan, umat pelindung St. Rafael tetap melaksanakan kebaktian rohani di setiap minggu secara ibadat sabda. Ibadat sabda dipimpin Ketua Lingkungan Bernadus Jati Baba dan juga Moat Baba.

Bila ingin menyambut tubuh Kristus maka umat berjalan kaki ± 7,5 km. Mereka menyusuri bukit dan menuruni lembah. Melewati jalan setapak, memanjat tebing batu karang, menyusuri pantai. Mesti ekstra hati-hati agar ombak besar pantai selatan tak menghantam mereka, tak jatuh dan tak mati terbawa arus laut sehingga dapat menyambut tubuh Kristus di Kapela Nanga. Kapela Nanga dibangun dekat jalan raya di pusat Desa Kolidetung. Rohaniwan rutin hadir di sana. 

“Kalau ada uang kami menumpang ojek melintasi bukit penggunungan pada jalan yang dibangun Mantan Bupati Sikka Drs. Sosimus Mitang” kisah Bernadus di Kampung Hale beberapa waktu lalu.

Untuk mengatasi fakta ironis tersebut, Bernadus Jati Baba sedang menrancang proposal ke Bagian Kesrah Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka. Ada harapan agar pemerintah dapat membantu pembangunan Kapela St. Rafael. Cuma 25 juta permohonan anggaran dalam proposal untuk pembangunan kapela 8x16 meter persegi. Tentu tidak cukup tapi bila pemerintah membantunya maka dapat meringankan beban mereka*** 
Share:

No comments:

Post a Comment

Pages

Generasi Muda

Generasi Muda

Bunda Segala Bangsa Nilo. Salah satu lokasi shooting film tiga dara

Bunda Segala Bangsa Nilo. Salah satu lokasi shooting film tiga dara

KRISTUS RAJA

KRISTUS RAJA