MAUMERE, SUARA MATAHARI-Pendidikan
itu mahal seiring dengan gencarnya pemerintah dalam kampanye pendidikan 9
tahun. Rakyat dituntut agar mampu mengeyam pendidikan hingga tingkat atas.
Menindaklanjuti kondisi ini, masyarakat pelajar di Kabupaten Sikka, Flores pun
berjuang keras. Sejumlah pelajar rela mengais rejeki diramainya kendaraan dan
kejaran Polisi Pamong Praja.
Apa
yang tengah dilakukan para pelajar semata untuk menggapai cita-cita ketika
pemerintah belum sempat menyentuh. Ini menunjukan bahwa para pelajar peduli
akan masa depan hidup. Pastinya mereka sadar bahwa ditengah meningkatnya
kebutuhan hidup dan melonjaknya biaya pendidikan butuh semangat juang dari
dalam diri.
Para
pelajar ini pun seakan mengajak semua orang untuk bekerja keras demi pentingnya
pendidikan, bertahan hidup dan juga untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajiban
sebagai warga Negara.
“Warga
negara harus kerja keras, sekolah yang rajin agar mampu hidup diera pembangunan
yang canggih dan tuntutan jaman. Kalau tidak ya kita jual ikan terus dan terus
dikejar” kata seorang warga Kelurahan Waioti usai pulang jualan ikan di jalan
negara wilayah tersebut.
Fakta ini sudah lama terjadi dan dialami sejumlah pelajar di Kota Maumere,
Kabupaten Sikka. Bersama orang tua, mereka rela melanggar aturan dengan
berjualan ikan di lalulintas kota atau jalan
Negara. Kondisi ini dilakukan kala orang tua tak kantongi banyak uang untuk
biaya pendidikan.
Bagi
Anda pendatang pasti menyaksikan aksi kejar rejeki saat injakan kaki di Bandara
Frans Seda. Mereka mengejar pembeli (pengendara,red) di sepanjang jalan Negara,
tepatnya di Kelurahan Waioti Kota Maumere. Setiap sore, kurang lebih pukul
15:30-16:00 wita, pelajar ini berada di sana sambil tenteng sejumlah ikan. Di sana mereka menawarkan berbagai jenis ikan
segar kepada para pengendara yang melintas.
Ditengah
arus kendaraan yang ramai, di antara ngebutnya pengendara saat pulang kerja
atau kembali ke rumah. Mereka isi kesempatan, menjemput rejeki dari warga yang
mungkin enggan ke pasar atau malas ke tempat penjualan ikan.
Dari
sekian banyak warga yang menjual ikan di jalan Negara tersebut, tampak sejumlah
pelajar SD, SMP dan pelajar SMA. Memanggil-manggil pengendara, menawarkan
berbagai jenis ikan, menjemput rupiah dari kantong pembeli.
Mereka
mencari rejeki, membantu orang tua atau mendapatkan pembagian hasil jualan ikan
milik sejumlah nelayan kecil. Menurut mereka, aksi kejar rejeki pada jalur
merah, menjadi salah satu pilihan mengais masa depan sebelum matahari terbenam.
Mungkin benar, lokasi tersebut sangat strategis, banyak lalulalang warga di
sana.
Rejeki
yang mereka peroleh tergantung pada hasil jualan. Harga pun bervariasi
tergantung jenis ikan, jumlah ikan dan ukuran ikan. Dari 10 ribu, 20 ribu
hingga 50 ribu bahkan 100 ribu rupiah.
“Satu ikat
kami dapat 2 ribu rupiah. Dari jam 15:00 atau 16:00, kami berhasil menjual 15
ikat hingga 20 ikat. Uang yang kami dapat untuk kebutuhan transport ke sekolah
menggunakan angkot maupun ngojek. Kalau
hasilnya banyak, kami simpan untuk kebutuhan yang lainnya” kata viky, salah
satu pelajar kelas II SMP Yapenthom Maumere saat di temui Admin belum
lama ini di Waioti.
Mencari
rejeki di tempat umum atau jalan raya memang menantang maut. Lajunya kendaraan
membuat mereka harus ekstra hati-hati agar meraih rejeki yang banyak dan selalu
selamat. Langkah itu menjadi salah satu pilihan untuk mendapatkan biaya
pendidikan seusai pulang sekolah.
Tidak
hanya mengancam nyawa, mereka pun sering disergap Anggota Polisi Pamong Praja
(Pol PP). Saat disergap, mereka lari tunggal langgang, selamatkan diri, meninggal
ikan. Kadang-kadang ikan-ikan tersebut disita Pol PP, entah untuk apa dan ke
mana dibawa pergi. Sering dikejar tapi mereka tidak menyerah. Seakan melawan
dengan terus berjualan di daerah terlarang itu.
Pantauan Admin, Sabtu/01/10/2017 di Waioti, tepat di sebelah timur Kampus
Muhamdya Maumere, sejumlah penjual ikan dan para pelajar menawarkan ikan kepada para pengendara. Mereka sering disusir Anggota Pol PP dan pihak Polantas yang tengah menjalankan tugas yang dilimpahkan pimpinan daerah.
Rupanya mereka tengah menertibkan dengan maksud menjaga keamanan dan kenyamanan
nyawa mereka dan pengendara.
“Om..jangan
ambil kami punya ikan. Boleh larang kami jualan di sini tapi jangan bawa
kami punya ikan, Om. Kami jualan hanya sore hari. Suru saja kami
pulang atau jualan di lorong saja. Jangan bawa kami punya ikan” kata sejumlah
penjual ikan saat disergap Anggota Pol PP
Faldi,
penjual ikan lain mengisahkan bahwa menjual ikan merupakan satu-satunya cara
untuk mendapatkan uang. Perolehan hasil pun tergantung pada kondisi cuaca. Hasil
penjualan ikan dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga. Orang tua hanya nelayan
kecil yang bersandar pada hasil laut. Sering kesulitan jika angin laut
menghadang.
“Kami
jual di sini setiap sore ini untuk biaya ke sekolah besok. Kalau jual di pasar
kan banyak penjual ikannya. Bisa saja, ikan-ikan ini tidak laku. Kalau polisi
kejar, kami lari ke lorong-lorong atau pulang ke rumah” kisah siswa SMP
Yapenthon kelas I ini dengan nada sangat berani. (Admin/Suara Flores).
No comments:
Post a Comment